makalah contoh fungsi makna peran kedudukan Macam-macam Hadits Sunnah terhadap Al-Quran
Tags: contoh fungsi hadits terhadap al-qur'an, makalah fungsi hadits, fungsi hadits bagi manusia, membandingkan fungsi hadis terhadap alquran, fungsi al quran, pengertian hadits,, macam macam hadis, terangkan kedudukan ulama dalam menentukan sebuah status hukum terhadap suatu masalah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menutup
risalah samawiyah dengan risalah Islam. Dia mengutus Nabi SAW. Sebagai Rasul
yang memberikan petunjuk, menurunkan Al-Qur’an kepadanya yang merupakan
mukjizat terbesar dan hujjah teragung, dan memerintahkan kepadanya untuk
menyampaikan dan menjelaskannya.
Al-Qur’an merupakan dasar syariat karena
merupakan kalamullah yang mengandung mu`jizat, yang diturunkan kepada Rasul
SAW.
Melalui malaikat Jibril secara mutawatir
lafadznya baik secara global maupun rinci, dianggap ibadah dengan membacanya
dan tertulis di dalam lembaran lembaran.
Dalam hukum Islam, hadits menjadi sumber
hukum kedua setelah Al-Qur’an . penetapan hadits sebagai sumber kedua
ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama,
dan logika akal sehat (ma`qul). Al qur`an menunjuk nabi sebagai orang yang
harus menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan Allah, karena itu apa yang
disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus
diteladani kaum muslimin sejak masa sahabat sampai hari ini telah bersepakat
untuk menetapkan hukum berdasarkan sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan
petunjuk operasional. Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula
dengan kenyataan bahwa Al-Qur’an hanya memberikan garis- garis besar dan
petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat
dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai
sumber kedua secara logika dapat diterima.
Al-Qur’an sebagai sumber pokok dan hadits
sebagai sumber kedua mengisyaratkan pelaksanaan dari kenyataan dari keyakinan
terhadap Allah dan Rasul-Nya yang tertuang dalam dua kalimat syahadat. Karena
itu menggunakan hadits sebagai sumber ajaran merupakan suatu keharusan bagi
umat Islam. Setiap muslim tidak bisa hanya menggunakan Al-Qur’an, tetapi ia
juga harus percaya kepada hadits sebagai sumber kedua ajaran Islam. Taat kepada
Allah adalah mengikuti perintah yang tercantum dalam Al-Qur’an sedang taat
kepada Rasul adalah mengikuti sunnah-Nya, oleh karena itu, orang yang beriman
harus merujukkan pandangan hidupnya pada Al qur`an dan sunnah/hadits rasul.
Alqur`an dan hadits merupakan rujukan yang pasti dan tetap bagi segala macam
perselisihan yang timbul di kalangan umat Islam sehingga tidak melahirkan
pertentangan dan permusuhan. Apabila perselisihan telah dikembalikan kepada
ayat dan hadits, maka walaupun masih terdapat perbedaan dalam penafsirannya,
umat Islam seyogyanya menghargai perbedaan tersebut.
Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an menekankan bahwa Rasul SAW.
berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS 16:44). Penjelasan atau
bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam bentuk dan
sifat serta fungsinya.
Al-Qur’an dan hadist merupakan dua sumber
yang tidak bisa dipisahkan. Keterkaitan keduanya tampak antara lain:
a. Hadist menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Qur’an.
Di sini hadits berfungsi memperkuat dan memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-Qur’an.
Misalnya, Al-Qur’an menetapkan hukum puasa, dalam firman-Nya :
“Hai orang – orang yang beriman diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang – orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa” . (Q.S AL BAQARAH/2:183)
Dan hadits menguatkan kewajiban puasa
tersebut:
Islam didirikan atas lima perkara :
“persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah , dan Muhammad adalah
rasulullah, mendirikan shalat , membayar zakat , puasa pada bulan ramadhan dan
naik haji ke baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim)
b. Hadits memberikan rincian terhadap
pernyataan Al qur`an yang masih bersifat global. Misalnya Al-Qur’an menyatakan
perintah shalat :
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan
bayarkanlah zakat” (Q.S Al Baqarah /2:110) shalat dalam ayat diatas masih
bersifat umum, lalu hadits merincinya, misalnya shalat yang wajib dan sunat.
sabda Rasulullah SAW:
Dari Thalhah bin Ubaidillah : bahwasannya
telah datang seorang Arab Badui kepada Rasulullah SAW. dan berkata : “Wahai
Rasulullah beritahukan kepadaku salat apa yang difardukan untukku?” Rasul
berkata : “Salat lima waktu, yang lainnya adalah sunnat” (HR.Bukhari dan
Muslim)
Al-Qur’an tidak menjelaskan operasional
shalat secara rinci, baik bacaan maupun gerakannya. Hal ini dijelaskan secara
terperinci oleh Hadits, misalnya sabda Rasulullah SAW:
“Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian
melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
c. Hadits membatasi kemutlakan ayat Al
qur`an .Misalnya Al qur`an mensyariatkan wasiat:
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang
diantara kamu kedatangan tanda–tanda maut dan dia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiatlah untuk ibu dan bapak karib kerabatnya secara makruf. Ini
adalah kewajiban atas orang–orang yang bertakwa,” (Q.S Al Baqarah/2:180)
Hadits memberikan batas maksimal pemberian
harta melalui wasiat yaitu tidak melampaui sepertiga dari harta yang
ditinggalkan (harta warisan). Hal ini disampaikan Rasul dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Sa`ad bin Abi Waqash yang bertanya
kepada Rasulullah tentang jumlah pemberian harta melalui wasiat. Rasulullah
melarang memberikan seluruhnya, atau setengah. Beliau menyetujui memberikan
sepertiga dari jumlah harta yang ditinggalkan.
d. Hadits memberikan pengecualian terhadap
pernyataan Al Qur`an yang bersifat umum. Misalnya Al-Qur’an mengharamkan
memakan bangkai dan darah:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah , yang
dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya , dan yang disembelih untuk berhala.
Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai
kefasikan. (Q.S Al Maidah /5:3)
Hadits memberikan pengecualian dengan
membolehkan memakan jenis bangkai tertentu (bangkai ikan dan belalang ) dan
darah tertentu (hati dan limpa) sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Dari Ibnu Umar ra.Rasulullah saw bersabda :
”Dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua darah . Adapun dua bangkai adalah
ikan dan belalang dan dua darah adalah hati dan limpa.”(HR.Ahmad, Syafii`,Ibn
Majah ,Baihaqi dan Daruqutni)
e. Hadits menetapkan hukum baru yang tidak
ditetapkan oleh Al-Qur’an. Al-Qur’an bersifat global, banyak hal yang hukumnya
tidak ditetapkan secara pasti .Dalam hal ini, hadits berperan menetapkan hukum
yang belum ditetapkan oleh Al-Qur’an, misalnya hadits dibawah ini:
Rasulullah melarang semua binatang yang
bertaring dan semua burung yang bercakar (HR. Muslim dari Ibn Abbas)
‘Abdul Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar,
dalam bukunya Al-Sunnah fi Makanatiha wa fi Tarikhiha menulis bahwa Sunnah atau
Hadits mempunyai fungsi yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan fungsi sehubungan
dengan pembinaan hukum syara’. Dengan menunjuk kepada pendapat Al-Syafi’i dalam
Al-Risalah, ‘Abdul Halim menegaskan bahwa, dalam kaitannya dengan Al-Qur’an,
ada dua fungsi Al-Sunnah yang tidak diperselisihkan, yaitu apa yang
diistilahkan oleh sementara ulama dengan bayan ta’kid dan bayan tafsir. Yang
pertama sekadar menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang terdapat di
dalam Al-Qur’an, sedangkan yang kedua memperjelas, merinci, bahkan membatasi,
pengertian lahir dari ayat-ayat Al-Qur’an.
Perbandingan Hadits Dengan Al-Qur'an
Hadits dalam Islam merupakan sumber hukum
kedua dan kedudukannya setingkat lebih rendah daripada Al-Qur’an. Al-Qur’an
adalah kalamullah yang diwahyukan Allah SUBHANAHU WA TA’ALA lewat
malaikat Jibril secara lengkap berupa lafadz dan sanadnya sekaligus, sedangkan
lafadz hadits bukanlah dari Allah melainkan dari redaksi Nabi sendiri. Dari
segi kekuatan dalilnya, Al-Qur’an adalah mutawatir yang qot’i, sedangkan hadits
kebanyakannya khabar ahad yang hanya memiliki dalil zhanni. Sekalipun ada
hadits yang mencapai martabat mutawattir namun jumlahnya hanya sedikit.
Membaca Al-Qur’an hukumnya adalah ibadah,
dan sah membaca ayat-ayatnya di dalam sholat, sementara tidak demikian halnya
dengan hadits.Para sahabat mengumpulkan Al-Qur’an dalam mushaf dan menyampaikan
kepada umat dengan keadaan aslinya, satu huruf pun tidak berubah atau hilang.
Dan mushaf itu terus terpelihara dengan sempurna dari masa ke masa. Sedangkan
hadits tidak demikian keadaannya, karena hadits qouli hanya sedikit yang
mutawatir. Kebanyakan hadits yang mutawatir mengenai amal praktek sehari-hari
seperti bilangan rakaat shalat dan tata caranya. Al-Qur’an merupakan hukum
dasar yang isinya pada umumnya bersifat mujmal dan mutlak. Sedangkan hadits
sebagai ketentuan-ketentuan pelaksanaan (praktisnya). Hadits juga ikut menciptakan
suatu hukum baru yang belum terdapat dalam Al-Qur’an seperti dalam hadits yang
artinya :
“Hadits dari Abi Hurairoh R.A dia berkata,
Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah halal mengumpulkan antara seorang perempuan
dengan bibinya (saudara bapa yang perempuan) dan tidak pula antara seorang
perempuan dengan bibinya (saudara ibu yang perempuan). (H.R. Bukhari dan
Muslim).
COMMENTS